top of page
News Channel: Blog2

Kritik Dandhy: Desain Menteri "BAU" dan Swasembada Karbohidrat

  • Writer: Lukito Wijaya
    Lukito Wijaya
  • May 5, 2019
  • 2 min read

Jakarta, TWJ - Dandhy Dwi Laksono, jurnalis Indonesia Biru, mengatakan setiap rezim Presiden Indonesia hanya melanjutkan komposisi Menteri dari rezim Soeharto. Dia menyebutnya dengan business as usual (BAU). Di sisi lain, setiap Presiden selalu memberi harapan ideal yaitu swasembada pangan. Namun kenyataannya, hal itu menjadi masalah karena membuat degradasi lingkungan.


Dandhy mengatakan pendapatnya saat menghadiri acara Survey Kedai Kopi, dengan tajuk “Menuju Debat 2: Siapa Makin Kinclong?” pada 15 Februari 2019, di Jakarta. Dandhy menilai hal ideal dari swasembada adalah konteks mengejar swasembada karbohidrat. Menurutnya, banyak sekali variasi karbohidrat.


Dari kacamata Dandhy, era Presiden Joko Widodo seperti era Susilo Bambang Yudhoyono yang memiliki susunan kabinet dengan format sama. Setiap rezim dinilai tidak memprioritaskan Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta energi. “(Era) Joko Widodo melanjutkan program Susilo Bambang Yudhoyono yang dinamakan MP3EI (Masrerplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Tidak pernah ada di rezim manapun, Menko Lingkungan Hidup dan Kehutanan”, ungkapnya.


Jurnalis Serial Indonesia Biru ini juga menilai setiap rezim karena hanya mengikuti desain Presiden Soeharto dalam menempatkan Menteri Koordinator (Menko). Ini membuat sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak mendapat porsi yang besar di visi dan misi kedua pasangan calon. “Apa yang di desain Soeharto dalam menempatkan Menko, hanya di carry over oleh generasi muda selanjutnya. Hal ini nampak tidak kreatif dan inovatif. Karena sektor ini (LHK) adalah sumber dana murah, dana cepat, dan industri ekstraktif. Kita masih di level itu,” jelasnya.


Dia mengatakan tidak fundamental apabila membicarakan energy save, sedangkan calon presiden nomor urut 02 melemparkan wacana akan membuat Indonesia menjadi produsen bio fuel terbesar di dunia. Hal ini akan menambah lahan yang akan dikeruk sebesar 20 juta hektar, dengan 16 juta hektar yang saat ini telah digunakan.


Dandhy merasa kurang tepat jika mengatasi pemakaian energy fossil dengan bio fuel pada masyarakat mutli kultur. Ini akan berimbas pada perekonomian masyarakat. Dia mencontohkan Eropa dan India yang tergila-gila dengan tanaman sawit. Namun, akhirnya India menderita dan Eropa membuat statement bahwa bio fuel sama jahatnya dengan fossil fuel. (LW)



Comments


©2019 by Three Wolves' Journal

bottom of page