top of page
News Channel: Blog2

MRT Jakarta Tawarkan Kecepatan dengan Harga Tidak Rendah, Cocok atau Dicocokkan?

  • Writer: Lukito Wijaya
    Lukito Wijaya
  • Apr 10, 2019
  • 4 min read

Updated: May 8, 2019


Pintu Masuk Stasiun MRT Hotel Indonesia

Jakarta, TWJ - Ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta memberikan nuansa baru dalam dimensi transportasi publik. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, meresmikan Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta fase 1 dengan rute Lebak Bulus - Bundaran Hotel Indonesia (HI) pada minggu, 24 Maret 2019 di kawasan Bundaran HI. MRT pertama di Indonesia dinyatakan beroperasi dan dibuka pencanangan pembangunan MRT fase 2.


MRT Jakarta memberi ucapan selamat datang kepada masyarakat Jabodetabek, khususnya warga ibukota dengan membuka uji coba MRT gratis pada 11 - 23 Maret 2019. Setelah diresmikan, MRT Jakarta memperpanjang periode tanpa biaya hingga akhir maret 2019. Berdasarkan pantuan pewarta TWJ pada berita Tirto.id karya Addi M Idhom pada Selasa, 9 April 2019, jumlah penumpang Ratangga (nama resmi kereta MRT) pada 25 - 28 Maret 2019 mencapai 332.184 orang atau rata-rata 83.046 penumpang/hari. Perolehan angka itu melampaui target yang dicanangkan oleh PT MRT Jakarta (MJ) sebanyak 65.000 penumpang per hari selama periode tersebut. Seakan tidak ingin melepaskan euforia, PT MJ memberikan diskon 50% biaya di setiap perjalanan selama bulan april 2019.


Irinne Salsabila, mahasiswi. Perempuan 20 tahun ini memberi kesan positif terhadap pelayanan MRT Jakarta. Perempuan yang biasa dipanggil Iren mengatakan hadirnya MRT akan membawa keuntungan bagi para pengguna antara lain tidak terkena macet, keren karena masih baru dan ada jalur bawah tanah. Keuntungan tersebut membuat Iren kagum karena tidak ditawarkan oleh transportasi lain. “MRT Jakarta bagus, cepet, bersih, sama kayak di Singapura,” pungkasnya sembari membandingkan MRT yang berada di Negeri Seribu Larangan tersebut.


Iren menyoroti dua hal saat menaiki MRT. Pertama, tidak adanya pemberitahuan atau himbauan di dalam kereta. Sejauh matanya memandang, dia tidak menemukan pemberitahuan tidak boleh minum dan makan di dalam kereta, tidak boleh membawa makanan berbau tajam seperti durian serta barang dalam muatan besar. “Ini entah saya tidak baca peraturannya dengan jelas, tetapi tidak semua orang terkoneksi internet, jadi perlu juga himbauan berbentuk fisik,” ujarnya.


Realita di dalam kereta yang dilihat Iren adalah banyak tempelan iklan yang mendominasi di dalam kereta. Dia berpendapat bahwa iklan dapat dipasang di tembok stasiun bawah tanah untuk memberikan kesan ramai, tanpa harus melihat tembok yang tidak menarik perhatian.


Kedua, keberadaan tempat sampah. Saat Iren berada di stasiun bawah tanah Istora Mandiri, Bundaran HI, dan Senayan, dia tidak menemukan tempat sampah. Dia berkata walau tidak boleh makan dan minum di kawasan tersebut, tempat sampah tetap dibutuhkan sewaktu-waktu. Pendapat ini disampaikan berkaca pada pengalamannya saat berada di Singapura, karena disana juga disediakan tempat sampah bagi para pengguna.


Time Table Stasiun MRT Hotel Indonesia

MRT Jakarta menjadi pilihan bagi Jamal Solihin (32). Pria yang bekerja sebagai karyawan swasta ini sudah memantapkan pilihan untuk menggunakan MRT dari stasiun Fatmawati menuju stasiun Istora Mandiri. Sebelum beralih ke MRT, Jamal menjalani rutinitasnya menggunakan kendaraan roda dua pribadi menuju kawasan Senayan.


Hadirnya MRT menjadi nilai tambah bagi Jamal. “Secara lingkungan, cukup baik sebagai andalan transportasi sehari-hari. Di dalam stasiun juga nyaman dan sejuk. Terutama waktu tempuhnya yang efektif dan sangat cepat jika dibandingkan dengan KRL,” ujarnya sembari menebar senyum dengan raut wajah yang lelah sore itu di stasiun Fatmawati.


Yasmine Faiqotulhimmah (26) juga menjajal Ratangga. Perempuan yang juga bekerja sebagai Karyawan Swasta mencoba menggunakan MRT dari stasiun Bendungan Hilir menuju stasiun Bundaran HI. Bekerja di kawasan Cakung - Cilincing. Dia menggunakan moda transportasi Kereta Rel Listrik (KRL) atau Commuter Line dan Ojek Online untuk mencapai tempat kerjanya.


Saat menaiki MRT, Yasmine masuk pada gerbong yang penuh, hingga dia tidak kebagian pegangan gantung untuk para pengguna yang berdiri. Hal ini menjadi bahaya menurutnya. “Keretanya jalan kencang sekali, sehingga saat mau berhenti di stasiun, selalu hampir jatuh,” ucap Yasmine. Dia juga khawatir kepada para penumpang yang tidak berpegangan, karena memiliki risiko tertindih oleh penumpang lain.


Yasmine merasakan perbedaan jelas antara MRT dengan moda transportasi KRL yang biasa digunakan. MRT unggul soal kecepatan dan kelancaran karena memiliki jalur sendiri dan kapasitas untuk mengangkut penumpang banyak. “Saat masuk stasiun (MRT), tidak perlu berpanas-panasan di jalan raya. Namun harus siap jalan cepat dari keluar gerbong sampai keluar stasiun bawah tanah, karena jauh,” jawab Yasmine saat membagikan pengalamannya turun di stasiun Bundaran HI.


Muhammad Ichlas El Qudsi, pengamat transportasi, menilai MRT Jakarta merupakan solusi transportasi untuk para pekerja di kawasan Sudirman - Thamrin. Para pekerja dengan finansial memadai dirasa cocok untuk menggunakan MRT. Pria yang berprofesi sebagai Dosen memandang MRT Jakarta seperti dua mata pisau. Sisi positif MRT Jakarta adalah menghadirkan kecepatan, karena dari hal tersebut, dapat meningkatkan efisiensi para pengguna menuju tempat kerja.


Empat faktor yang dapat membuat MRT Jakarta menjadi solusi tepat sasaran dipaparkan oleh pria yang akrab disapa Michel antara lain: kesadaran individu, pertumbuhan kendaraan pribadi, pertumbuhan jalan, fasilitas dan kendaraan umum nyaman yang menjangkau ke setiap sudut.


Kesadaran individu untuk menggunakan transportasi publik, tidak menggunakan kendaraan pribadi membantu menyukseskan MRT Jakarta. Pertumbuhan jalan yang tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk di daerah ibukota membuat jalanan menjadi macet. "Fasilitas aman, memadai dan kendaraan umum yang nyaman serta berada di banyak lokasi akan menarik minat pengguna untuk naik MRT," pungkas Michel.



Michel menguraikan penghambat pengguna menaiki MRT adalah harga. Kesepakatan harga oleh pemerintah dengan PT MJ adalah rata-rata 10.000 / 10 km. Hal yang digarisbawahi yaitu melibatkan pemerintah pusat dalam pemberian subsidi. Perhitungan target pengguna harus tepat, supaya mengurangi subsidi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. "Menjadi tidak masuk akal bila Pemerintah Pusat mensubsidi MRT Jakarta karena uang subsidi (pajak) dari seluruh rakyat Indonesia," ucapnya melihat banyak pekerjaan lain yang jauh memerlukan suntikan dana dari Pemerintah Pusat.


Pria berumur 46 tahun mengatakan MRT Jakarta akan bermanfaat ketika warga DKI Jakarta terintegrasi jalur MRT. Seperti pengalamannya saat berkunjung ke Singapura, MRT Singapura padat seperti KRL Jabodetabek. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Singapura yang tegas kepada rakyat. "Di Singapura, pajak mobil mahal, bensin mahal, karena itu warga nya naik MRT. MRT di Singapura melewati jalur bawah tanah, sehingga tidak mengganggu aktivitas jalan raya" katanya.


Sulitnya Indonesia maju dinilai Michel tak terlepas dari permasalahan fundamental yaitu kesenjangan sosial. Michel menggambarkan perbedaan dua kutub antara si kaya dan si miskin. Seperti contoh penerapan ganjil-genap, si kaya membeli mobil dengan plat ganjil-genap, daripada naik transportasi umum. Hal ini dikarenakan mereka mampu dalam sisi finansial.


Suasana Gerbong MRT

"Indonesia bisa maju jika ada kesadaran dari mereka yang kaya untuk mengimbangi mereka yang miskin, dengan memakai transportasi publik. Sebaliknya, mereka yang kurang dalam finansial, berusaha lebih keras untuk memperoleh penghasilan yang cukup untuk dapat menggunakan transportasi publik," tutupnya. (LW) [AA] (OAG)


 
 
 

Comments


©2019 by Three Wolves' Journal

bottom of page