Diet Plastik, Sebuah Bukti Peduli Lingkungan atau Trend Sesaat Belaka?
Arriza Alfirdausi
May 8, 2019
4 min read
Bekasi, 7 Mei 2019 (TWJ) – Plastik merupakan bahan baku yang sudah tidak asing bagi masyarakat dunia saat ini. Plastik sudah menjadi hal yang ada di sekitar kita, mulai dari pembungkus makanan hingga panel interior pesawat. Bahan polimer ini sangat digemari banyak pihak karena memiliki biaya produksi yang relatif rendah serta mudah untuk dibentuk menjadi bentuk yang sesuai dengan keinginan.
Meskipun begitu, plastik telah menjadi satu masalah yang sedang dihadapi dunia saat ini. Plastik yang sudah tak terpakai umumnya memerlukan waktu paling cepat rata-rata 10 tahun untuk terurai secara alami. Waktu tersebut juga sangat dipengaruhi oleh jenis benda dan kondisi lingkungan sekitar.
Jenis benda plastik juga tergantung pada ukuran dan kompleksitas struktur polimer dari suatu barang. Jika sebuah barang memiliki ukuran yang cenderung lebih besar serta memiliki struktur polimer yang rumit, waktu urai barang tersebut sudah pasti akan semakin lama.
Sumber: WHOI
Masalah semakin memburuk dengan jumlah sampah plastik yang semakin banyak setiap tahunnya. Dilansir dari liputan6.com, setidaknya ada 6.4 juta ton sampah plastik yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia, dengan 3.21 juta ton dari sampah plastik tersebut yang dibuang ke laut.
Kebanyakan sampah plastik yang dibuang ke laut akan mengambang di permukaan dan terbawa ombak sampai ke lokasi yang sangat jauh. Tidak jarang kalau sampah tersebut hanyut sampai ke sebuah pantai dan merusak pemandangan yang ada.
Tidak hanya mengotori secara visual, sampah-sampah plastik tersebut juga seringkali melukai hewan-hewan yang hidup di dalam dan di sekitar laut. Tidak jarang hewan-hewan tersebut akhirnya terbunuh akibat memakan sampah plastik yang mereka anggap sebagai makanan.
Sumber: Green Peace
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi sampah plastik adalah diet plastik. Sesuai dengan namanya, solusi ini berpusat pada kegiatan mengurangi penggunaan barang-barang plastik di kehidupan sehari-hari. Beberapa barang yang dikurangi penggunaannya adalah kantung plastik, sedotan plastik, peralatan makan (sendok, garpu, dan sumpit) sekali pakai, botol minum plastik, dan styrofoam.
Para penggiat diet plastik sering membawa barang-barang yang menggantikan peran plastik seperti tas belanja kain, sedotan stainless steel, peralatan makan (sendok, garpu, dan sumpit) besi, serta tempat minum ramah lingkungan. Diet plastik lambat laun menjadi sebuah gaya hidup yang dapat dijalani oleh berbagai kalangan.
Di zaman sekarang, sudah tidak aneh jika melihat siswa/i sekolah yang membawa kotak makan non-plastik, lengkap dengan peralatan makan besi serta tempat minum ramah lingkungan saat waktu istirahat. Melihat para pengunjung restoran yang menggunakan sedotan stainless steel milik mereka sendiri atau para pengunjung kafe yang menggunakan botol termos mereka untuk membeli kopi atau teh favorit untuk di perjalanan mulai menjadi pemandangan yang sering muncul di beberapa kota di Indonesia.
Sumber: DBS
Sebagai salah satu orang yang sering menggunakan barang-barang plastik dalam kegiatan sehari-hari, seorang karyawan swasta yang juga merangkap sebagai ibu rumah tangga bernama Rani Artharini (33) memberikan respon positif terhadap aktivitas diet plastik ini. Perempuan yang biasa dipanggil Rani ini mengatakan bahwa diet plastik memudahkan persiapan bekal makan dan minum bagi kedua buah hatinya di pagi hari.
"Malik dan Hatta kan sering lapar kalau di sekolah, jadi harus dibawakan bekal. Dulu sih biasanya pakai styrofoam sama botol plastik air minum kemasan, tapi sekarang ganti ke kotak makan dan botol minum Tupperware. Lebih aman, gak gampang tumpah, dan bisa punya desain yang cakep-cakep." Jawab Rani ketika ditanyai TWJ mengenai hal yang diutamakan ketika membawakan bekal bagi anak-anak.
"Bisa sekalian dibuat yang lucu-lucu tampilan makanannya supaya mereka senang dan mau makan bekalnya. Kalaupun gak habis, selama makanannya masih di dalam kotak berarti masih bisa dimakan nanti setelah sekolah selesai." Lanjutnya sembari memasukan dua kotak makan dan botol air minum ke dalam dua tas punggung yang berbeda.
Sumber: Amazon UK
Zulfikar Ali (35) juga memiliki alasan yang mirip untuk mengadopsi gaya hidup ini. Pria yang bekerja di salah satu hotel terkenal di daerah Kuningan ini selalu membawa botol air non-plastik dan sedotan stainless steel bersamanya. Dia mengungkapkan kebiasaan membawa botol dan peralatan makan non-plastik membuat suasana saat bekerja menjadi sedikit lebih nyaman.
"Es kopi sudah jadi menu wajib kalau lagi gawe (kerja), sebelum sampai kantor pasti selalu sempetin beli. Kalau pakai gelas plastik bawaan kafe, keburu hangat duluan sebelum sampai kantor." Ujar pria yang sering dipanggil Ali ketika ditanyai TWJ mengenai dampak positif membawa botol air non-plastik ke kantor.
"Karena pakai yang dari bahan stainless steel, plus ternyata ada lapisan isolator di bagian dalamnya. Rekor yang sampai sekarang masih ada tuh beli es kopi jam 8 pagi, terus kelupaan diminum gara-gara gawe (kerja). Inget masih ada es kopi setelah sholat Magrib. Cuma pakai botol stainless steel, 10 jam kemudian dan masih dingin minumannya. Itu sih buat aku rekor." Ujar Ali sembari tertawa kecil.
Diet plastik merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Dengan menggunakan barang-barang non-plastik yang dapat digunakan berulang kali, jumlah konsumsi plastik dapat ditekan dan dapat berujung pada berkurangnya jumlah sampah plastik yang dihasilkan.
Di luar dugaan, ternyata diet plastik ini dapat memiliki efek samping yang kurang menyenangkan. Penggunaan barang non-plastik seperti botol dan sedotan stainless steel serta kotak makan yang tidak terkendali ternyata dapat menimbulkan hoarder effect.
Hoarder effect merupakan sebuah kondisi dimana seseorang akan menghabiskan uang dengan jumlah yang banyak untuk membeli barang baru tanpa memikirkan apakah barang tersebut diperlukan atau tidak. Berbeda dengan orang yang tergolong sebagai kolektor, hoarder akan terus menambah koleksi mereka yang kemungkinan tidak akan pernah digunakan sama sekali dan berujung pada kerusakan barang-barang tersebut karena terbengkalai.
Gaya hidup diet plastik, sama seperti hal lainnya di dunia ini, juga memiliki sisi baik dan sisi buruk. Di satu sisi, diet plastik dapat menciptakan seorang hoarder yang dapat menambah jumlah sampah di bumi. Di sisi lain, diet plastik dapat membantu bumi ini karena dapat mengurangi potensi sampah plastik yang akan timbul di kemudian hari. Yang jadi pertanyaannya, apakah kita bisa membantu bumi dengan diet plastik yang kita lakukan sendiri? [AA]
Comments